Senin, 03 Oktober 2016

Mencintaimu


Mencintamu, aku jadi tahu.
Bahwa tak selamanya rindu bisa aku haturkan padamu.
Bahwa tak selamanya sapa bisa aku lontarkan tanpa malu-malu.

Mencintamu, aku jadi mengerti.
Bahwa cinta tidaklah hakiki soal memiliki.
Bahwa ada beberapa hal yang sebaiknya terus jadi mimpi.

Mencintamu, aku payah.
Bahwa menggapaimu, aku habis sudah.
Bahwa aku tinggallah isap sepah.

Mencintamu, aku kolaps.
Bahwa kelopak mataku jarang tak sembap.
Bahwa udara yang kuhirup kian pengap.

Mencintamu, aku paham.
Bahwa memang cerita ini disusun untuk berakhir kelam.
Bahwa rasaku kau sengaja buat karam.

Kamis, 18 Agustus 2016

Jika


Jika cinta yang baik adalah cinta yang tersampaikan. Maka cintaku akan selalu buruk.
Cinta yang bisu, namun ingin berteriak. Meski tanpa suara, ku ingin setidaknya bisa berbisik, pada hatimu yang tak mungkin ku usik.

Jika rindu yang baik adalah rindu yang terbalaskan. Maka rinduku akan selalu hampa.
Rindu pada senja yang tenggelam di matamu, ijinkan aku membunuhnya, di sini, di tulisanku yang selalu berujung rancu. Ku hanya ingin kau tau, bahwa aku rindu pada hadirmu.

Jika sajak yang baik adalah sajak yang tertuliskan. Maka sajakku akan selalu berawal dari kamu, dan berakhir pada candu.
Kamu adalah sajak yang selalu ingin ku tulis, lalu ku baca lagi, hingga kertasku lusuh. Lalu kamu akan abadi, kekal dalam sejarah ingatanku.

Jika hujan yang baik adalah hujan yang berakhir di bumi. Maka kisah yang baik adalah kisah yang berakhir sampai mati.
Meski akan ada jatuh yang menghasilkan luka, denganmu tak pernah ku anggap sebagai duka. Ku harap takdir kita saling bertegur sapa, di dunia yang tak berarti apa-apa.

Jika akhir yang baik adalah akhir yang terselesaikan. Maka ku ingin tak ada kata akhir, dan kata selesai.
Ada ataupun tak ada keduanya, selalu ada asa yang diam-diam ku asah. Aku hanyut dalam cintaku yang dangkal. Aku hilang akal.

Selasa, 02 Agustus 2016

Kini Aku Tau


Kini aku tau
Tidak ada hati yang benar-benar utuh
Tidak ada hati yang benar-benar kuat.
Layaknya batu yang terus dihujani air
Batu akan terkikis
Dan kehilangan bagian dari dirinya.

Kini aku tau
Soal hati tidak akan ada kata akhir
Kata selesai dan kata berhenti.
Semua rasa terus berputar di dalam benak
Bagai lingkaran yang tidak menemukan titik temu
Aku terus mengikuti perputarannya.

Kini aku tau
Siap atau tidak siap
Hidup bisa kapanpun menjatuhkanku.
Bahkan ketika aku sudah susah payah mencapai puncak
Hidup selalu memutar duniaku 180 derajat
Kembali pada dasar kebodohanku.

Kini aku tau
Semua yang aku tulis dan semua yang aku baca
Semua hanyalah omong kosong.
Aku tetap berdiri di tempat
Tetap dengan keberanian setitik
Tetap dengan ketakutan seluas samudera.

Dan kini aku tidak tau
Bagaimana jika aku ingin pergi
Dari pikiran yang begitu berisik
Bagaimana jika aku ingin lari
Dari kesunyian yang sangat bising
Bagaimana jika aku ingin mati
Dari hidup yang tak memiliki arti.

Aku tidak tau.

Sabtu, 02 Juli 2016

Aku Baik-Baik Saja


Aku baik-baik saja.
Ketika lihat keluarga utuh berkumpul.
Seakan semua doa yang baik-baik terkabul.
Aku, hanya bisa mengandai cerita.
Tentang sebuah keluarga yang bahagia.

Aku baik-baik saja.
Ketika lihat seorang teman sibuk dengan kebahagiaan.
Sedang aku sibuk digandrungi beban.
Aku, hanya bisa mengandai cerita.
Tentang hidup tanpa derita.

Aku baik-baik saja.
Ketika lihat seorang sibuk dengan kumpulan kawan.
Seakan waktu sudah diatur dengan aman.
Aku, hanya bisa mengandai cerita.
Tentang hidup sebagai penguasa.

Aku baik-baik saja.
Ketika hati kecewa sebab engkau yang ku cinta.
Sedang aku harap tak ada luka.
Aku, hanya bisa mengandai cerita.
Tentang hidup dengan suka tanpa duka.

Aku baik-baik saja.
Ketika lihat manusia tak memanusiakan manusia.
Seakan mereka hidup dengan boneka.
Aku, hanya bisa mengandai cerita.
Tentang hidup sebagai Pencipta.

Aku tidak apa-apa.
Meski aku kenapa-kenapa.
Untuk kau yang bertanya,
“Kamu kenapa?”
Aku, baik-baik saja.

Senin, 27 Juni 2016

Hanya Sebuah Tulisan


Layaknya sungai, hidup terus mengalir. Namun entah kapan akan sampai ke hilir.
Layaknya angin, rasa sakit kadang datang, lalu tertiup. Namun entah bagaimana luka akan tertutup.
Layaknya senja, kamu begitu indah, hingga membuat hatiku tergugah. Namun entah kapan kamu akan singgah.

Aku sempat berharap pada bulan, untuk menerangiku dikala malam. Namun aku dikhianati oleh gerhana.
Lalu aku meminta pada matahari, untuk tetap hangat di siang hari. Namun ia tak mau berhenti, membakar peluh di lubuk hati.
Terakhir kali, aku berbincang dengan langit, agar ia cerah di esok hari. Namun lagi, harapan ditebas mati oleh awan mendung.
Hingga pada akhirnya aku tak ingin lagi, sedikitpun menaruh harapan, pada semua yang ku anggap akan memberi kebahagiaan. Karena memang pada akhirnya, aku tak mendapatkan apa-apa selain kekecewaan.

Aku telah melewati, jalan yang berliku, tebing yang curam, palung yang dalam. Namun hal yang paling aku takuti, kamu yang hilang di hari yang kelam.
Seperti ada anak panah yang tertancap di dada, hatiku mati suri. Dan entah kapan akan hidup lagi.
Lalu aku menjadi buta, pada ketulusan yang orang lain beri. Ku anggap mereka bermuka dua, senyuman adalah topengnya.

Aku terus menyusuri luka hati, entah apa yang ku cari. Karena tak ada yang lain selain namamu yang telah terpatri.
Hingga aku lupa, untuk menyembuhkan luka aku harus berhenti menyentuhnya.
Memang, mengingatmu adalah cara agar aku tak lupa bagaimana rasanya bahagia. Dan bagaimana seseorang yang memberikan kebahagiaan terbesar, adalah orang yang sama yang akan memberikan kesedihan di luar nalar.

Kini aku telah berhenti.
Berkatmu, aku tak tahu bagaimana cara membuka hati. Semua tampak semu, palsu, dan rancu.
Yang ku ingat hanya senyum menawan, dan sorot mata teduhmu. Yang tetap hangat meski hanya di angan, hingga menjadi candu.

Satu hari, aku merasakan segalanya.
Hari lain, aku tak merasakan apapun.
Aku tak tahu mana yang lebih buruk, tenggelam dibawa ombak, atau mati karena kehausan.

Jumat, 10 Juni 2016

Merindukanmu Malam Ini


malam ini, rindu datang menyapa.
entah dari mana asalnya dan sebab apa
ia pulang berkelana dan mecatut nama tepat di kepala
yang seharusnya bukan kau juga bukan siapa-siapa
rindu adalah pedang bermata dua
dan pikiran yang menghunuskannya
aku ditikam di bagian dada dengan santun, perlahan, dan dalam
padahal cahaya cinta telah lama padam
andaikata rindu adalah dosa
ini adalah contoh kecil api neraka
yang begitu menyiksa dada.
membuat mata berkabut
bibir ini merengut
nadi berdenyut
aku selalu berlatih keras
menyiksa diri untuk terlihat baik-baik saja
meskipun kenyataan berbicara
pikiran dan hatiku cemas
kau memang telah pergi, tak peduli seberapa jauh
namun rindu ini membuatmu terasa dekat
sebab kita pernah saling berlabuh
hingga memutuskan minggat
melihat kenangan melambaikan tangan
mengajak ingatan berdansa
membangkitkan angan
membangunkan rasa
aku hanya ingin mendengar suaramu
meski kusadar betul hak itu bukan atas izinmu
walau pun kau hanya bayang semu
tak kutampik kuharap sebuah temu
hai, apa kabar kau di sana? di sini aku hanya bisa berdoa
semoga kau selalu bahagia dan baik-baik saja
semoga kau masih ingat aku, tidak pun tidak apa-apa
tulisan ini hanya sebagai sebuah salam
dari aku yang sedang merindukanmu

Senin, 06 Juni 2016

Kepada Kamu yang Berikutnya


Mungkin kamu sedang menerka-nerka esok hari akan kau jatuhkan hatimu dengan pasrah pada sesiapa. Sebab kamu tak pernah tahu kapan semesta membuka kotak kejutan yang berisi jawaban dari rahasia waktu.

Perihal hari-hari kemarin yang berisi langkah kaki pencarian melelahkan, mengembalikan keyakinan yang sempat hancur untuk kembali utuh, dan memantapkan arah hati untuk menuju. Pada akhirnya kita akan menemukan titik untuk berhenti.


Siapkah kamu untuk tidak menyakiti, mengkhianati, dan mengecewakan kita?

Siapkah kamu tanpa paksaan mengkehendaki hatimu untuk berhenti padaku dan tak pernah sudi membaginya kepada siapa pun, selain aku?


Siapkah kamu untuk menjatuhcintakan kita berkali-kali sampai waktu mengerahkan usaha terakhirnya untuk memisahkan kau dan aku?


Siapkah kamu tersenyum ikhlas saat takdir mempertemukan kita nanti hingga ribuan hari setelahnya kita bertukar senyum ketika hela napas terakhir salah satu dari kita direnggut oleh ujung usia?


Siapkah kamu membuat Tuhan menggelengkan kepala melihat betapa gigih perjuangan kamu dan aku dalam mempertahankan kita?

Di dalamnya akan kita dapati banyak perdebatan, menorehkan luka yang melahirkan kecewa, bahu membahu menciptakan bahagia, merajut doa, menabahkan dada yang penuh rindu, sampai suatu saat muncul sebuah batas, tapi apakah kamu bersedia menyanggupi diri untuk tidak menghiraukan batas itu?

Siapkah kamu untuk meniadakan kehilangan atas rasa kita?

Kepada kamu yang berikutnya, semoga jatuh cinta padamu adalah jawaban dari pertanyaan tentang pertemuan apa yang tidak memiliki penyesalan.

Minggu, 05 Juni 2016

Seharusnya Kita


Aku masih saja menyusuri jalan-jalan yang sungguh masih sama hanya keadaannya saja yang berbeda. Kaki kita pernah meninggalkan debu bekas langkah yang beriringan walau ruang dan waktu telah memandu kau dan aku pada sebuah tujuan yang lain.
Apa daya? Aku hanya perlu terpejam untuk melihat keindahanmu yang bagaikan perpaduan pagi muda dan senja yang terlihat dari bibir pantai, dan tentu saja, mengingat senyummu adalah cara bunuh diri yang sering kulakukan ketika rindu menancapkan belati ke dadaku kala sepi berperan sebagai pintu masuk beranda kenangan.
Kenangan adalah salah satu rahasia waktu yang membuat kita melanggar batas kemampuan mengingat. Hidup ini mungkin akan lebih sederhana apabila kita bisa dengan mudah menghapus memori yang tidak ingin diingat lagi, karena pada hakikatnya kapasitas ingatan manusia itu tumpang tindih; melupakan memori lama dengan mengingat yang baru. Namun sayangnya, tak sesederhana teori.
Sebab, ikhlas itu seni bertarung melawan diri sendiri ketika menikmati luka mahasakit dalam proses kehilangan sesuatu yang terlalu bernilai untuk direlakan dan dipasrahkan kepada kenyataan.
Atas nama segala rintih dari jiwa yang nyaris mati dan tanpa cahaya akibat terbenam dalam hitamnya dunia tanpa harapan. Mengikhlaskanmu, kurasa ialah perbuatan terjahat yang harus dilakukan demi mengalahkan kehendak hati untuk kebaikan di hari esok.
Seharusnya aku berpikir dan sadar sedari awal, tidakkah kita menjadi korban atas pertempuran ego yang pada akhirnya melukai kita dan meniadakan cinta?
Seharusnya kau berpikir dan paham sejak dini, bahwasanya kenangan ialah arah kita pulang menuju pelukan, sayangnya kita memilih berpisah untuk menuju raga baru yang menjadi rumah persinggahan.
Seharusnya aku dan kau bisa berdamai dan memakamkan masa lalu agar setiap malam bisa tidur dengan tenang tanpa perlu menyesalinya yang sudah-sudah.


Seharusnya kita –melakukannya dengan cara– tidak pernah bertemu.

Minggu, 29 Mei 2016

Akan Ada Hari


Akan ada hari, saat kenanganmu datang mengetuk pintu di pikiran. Bahkan gravitasi tidak akan menjaga matamu dari air mata yang jatuh, bahkan dunia akan berputar sedikit lebih cepat dengan sedikit lebih banyak kesedihan, dan bahkan aku dapat merasakan sakitmu melalui diammu.

Akan ada hari, saat tak ada satupun yang akan menjawab panggilanmu, tapi kamu tidak khawatir. Bahkan jika semua cinta gagal untuk melebihi harapanmu, bahkan jika teman baikmu sibuk, dan bahkan jika keluargamu tidak menganggapmu, kamu masih mempunyai sajak.

Akan ada malam, saat kamu menyerah pada ketakutanmu, dan sajak datang merangkak kembali ke pembuluh darah dengan buku-buku yang memar karena habis diterpa waktu.

Akan ada kesedihan, yang akan membunuh kita lebih dari kesedihan yang ada di masa lalu, dan aku akan berada di sana. Aku akan bernafas denganmu. Aku akan menangis denganmu.

Karena, akan ada hari saat semua akan membaik dan kita akan baik-baik saja. Bahkan kita tidak harus memalsukan senyuman, bahkan kita tidak harus mempercayai apapun karena semua adalah nyata.

Akan ada hari, dan akan malam, tapi tak peduli berapa banyak hari yang datang diantara kesedihan dan kebahagiaanmu, aku akan berada di sana, tepat di sampingmu. Karena pada hari-hari itu, akan ada sedikit lebih banyak kesempatan lain, yang hanya untukmu.

Senin, 11 April 2016

Langit dan Matahari


Di antara bayangan fajar, lampu jalan terlihat seperti api unggun. Matahari terbit yang masih terasa dingin, aku masih berada di dalam selimut yang menghangatkan.

Aku terbangun dari lelapku. Begitu sunyi. Hanya detikan jam dinding yang menemani. Apakah kesunyian ini adalah kesempatan? Kesempatan untuk berpikir kembali bagaimana cara melupakan. Ataukah hanya harapan? Yang selalu membuai dengan berbagai kemungkinan.

Hari ini, akan aku lewati kembali, hari yang tak pernah terasa sama setelah dia pergi. Mulai ku susun lagi serpihan-serpihan hati, dengan harapan, aku harus lebih kuat hari ini.

Di bawah matahari yang terbit, aku duduk memandangi langit. Ku tarik nafas panjang, tetap tenanglah, seperti berada di dalam selimut hangat, kau akan merasa aman, sugestiku dalam hati. Ku tatap kembali langit yang mulai membiru, seperti datangnya harapan baru, selalu terlihat indah, walau akan membuat hati gundah.

Ada seseorang yang tak pernah lepas dari pikiranku. Seseorang yang begitu mencintai langit biru, matahari, dan bunga daisy yang tumbuh di halaman depan rumahnya. Seseorang yang penuh oleh luka, namun tetap memajang senyum di wajahnya. Seseorang yang membuatku tidak mengerti, perasaan seperti apa yang aku miliki terhadapnya. Hingga semua terasa hampa, ketika dia melangkah pergi sesaat setelah aku bertemu dengannya.  Banyak orang berkata, kau akan menemukan cinta di setiap persimpangan. Mungkin saat itu aku dan dia bertemu di pertengahan, saat aku berjalan ke tempat yang aku tuju, dan dia berjalan pada orang yang telah menunggu. Ya, aku dengannya tidak akan menemukan cinta itu.

Saat itu, semua tampak serasi. Aku dan dia begitu mengagumi bagaimana alam bisa membiaskan berbagai macam warna dan gradasi. Ketika dia tau bahwa aku menyukai pelangi, kami terus membicarakan itu hingga pagi. Aku menceritakan banyak hal padanya, tentang segelas kopi yang selalu aku minum setiap malam dan pagi, tentang hujan yang semakin lebat dari hari ke hari, begitu pula dengannya, dia memberitahuku tentang kebiasaan tidurnya di pagi hari, tentang orang-orang di sekitarnya yang tidak peduli, dan masih banyak lagi. Kami berbicara tentang semua hal, kecuali perasaan kami sendiri. Ku akui, dia adalah alasan kebahagiaanku. Entah bagaimana dengannya.

Kau tau apa yang lebih menyedihkan dari kisah Romeo dan Juliet? Yaitu, kisah dua orang yang saling membutuhkan, namun takut untuk saling mencintai.

Sejak saat itu, langit dan matahari tampak berbeda. Aku tak pernah memandangnya dengan sama lagi. Karena dia telah menyimpan kenangan di dalamnya. Kenangan yang sengaja kami buat agar bisa abadi. Namun kenangan indah itu hanya bisa menyesakkan hati. Ya, mungkin karena itu hanyalah kenangan dalam memori dan tidak akan terjadi lagi.

Orang bilang, sesuatu yang didapatkan dengan mudah, akan pergi dengan mudah pula. Ya, aku tau itu. Tapi aku tak tau bila sesuatu yang belum didapatkan, bisa pergi dengan mudah pula.

Kini, aku tak lagi menyukai pelangi. Meskipun dia berwarna indah di langit setelah hujan, namun dia singkat, hanya sementara, seperti kita.