Selasa, 20 Mei 2014

Tanpa Air Mata


Hai, air mata. Mungkin kau adalah sahabat bagiku. Engkau selalu ada saat aku merasa sepi. Engkau selalu menemani dikala rasa sakit menggerogoti. Engkau selalu menanti saat sedih menyerang hati.

Aku tak tau, apakah engkau sahabat yang baik atau sahabat yang buruk. Aku juga tak tau, apa aku harus berterima kasih atau membencimu. Yang aku tau, hanya engkaulah yang selalu ada untukku.

Namun mengapa kehadiranmu hanya ada saat aku sedih? Tapi tak ada saat aku bahagia. Apa karena aku yang terlalu sering menangis? Atau aku yang jarang merasakan bahagia? Ya, mungkin kedua hal itu yang aku rasakan bersamaan.

Tapi aku menghargai kehadiranmu. Hanya engkaulah yang bisa melegakan penat yang terus bergemuruh di otakku. Mungkin hanya itu yang bisa aku lakukan. Terus menerus meneteskan air mata, hingga mungkin saja air mata ini akan habis.

Cinta yang terjadi padaku. Cinta yang mungkin salah sasaran. Hal inilah yang selalu menjadi bahan sendu ku tiap malam. Lagi lagi, hanya air mata yang menemani. Ya, engkau memang selalu setia.

Setelah ribuan tetes air mata yang mengalir sepanjang hidupku ini. Aku mulai sadar, ternyata air mata tidak menyelesaikan apapun. Engkau hanya membumbui keadaan sedih, menjadi semakin sedih. Engkau tidak dapat menyembuhkan sakit. Engkau tidak bisa menghindarkanku dari rasa cinta yang semu.

Aku tak ingin terus menerus menangis, seperti anak kecil yang kehilangan permennya, seperti orangtua yang kehilangan anaknya, seperti gadis kecil yang kehilangan boneka manisnya. Aku tidak seperti mereka. Aku hanya mencintai orang yang tidak sepantasnya aku cintai. Aku hanya berharap kebahagiaan dari orang yang salah. Dan aku tak ingin lagi menangisi seseorang yang bahkan tidak peduli pada air mataku.

Selamat tinggal, air mata. Aku akan merindukanmu kelak. Karena aku akan berjanji pada diriku sendiri. Ini adalah tangisan terakhirku. Meskipun aku tak yakin akan meninggalkanmu sepenuhnya. Karena suatu saat pasti akan datang kesedihan yang jauh lebih sakit dari cinta ini. Akan datang rasa sakit yang lebih perih dari perasaan ini. Dan pada saat itu, aku akan lebih membutuhkanmu untuk menemani.

See you soon, tears.
10 Nov 2013
22.57

Cinta Tak Berbalas


Aku masih menunggunya. Setelah sekian lama mengarungi samudera penantian sendirian, dan tertangkap basah sedang mencintai sebuah kesemuan. Dia, adalah semu bagiku. Meskipun dia nyata dan ada, tapi hal sebaliknya yang aku rasakan. Mungkin aku juga semu baginya. Aku benar-benar ada, tapi dia tak pernah menatapku lagi. Bisa saja, memori-memori di pikirannya sudah menghapus bersih tentangku. Tentang hidupku dan kenanganku. Apalagi hatinya, entah....itu hanyalah ruang sempit bagiku. Aku tak pernah bisa berada disana. Sedikitpun. Sekecil apapun, dia mungkin tak mengizinkan aku untuk sebentar singgah. Yang ada di pikirannya hanyalah masa depan yang dia tata rapih. Memandang jauh ke depan, merencanakan banyak hal. Tidak ada kata "menengok masa lalu" di kamus hidupnya. Bahkan hingga dia mempunyai waktu luang, tidak berarti apa-apa bagiku. Karena butuh lebih dari sekedar waktu luang untuk orang sepertinya bisa memandang kembali masa lalu.
Aku masih mengharapkannya. Entah sampai kapan. Walaupun ini berarti selamanya, akan aku jalani dengan sepenuh hati. Karena hari-hari yang aku jalani tanpa mengharapkannya, bagaikan hari yang sia-sia, hari tanpa tujuan dan pengorbanan. Terasa ada yang kurang, jika tidak memikirkannya di waktu luang. Mungkin hal ini sudah menjadi kebiasaan bagiku. Ya, setelah lamanya anak pohon jati tumbuh menjadi pohon jati dewasa yang tinggi dan kokoh. Sudah tidak heran bila hal ini menjadi kebiasaan.
Aku juga sudah lama mengenalnya. Sejak dia masih merancang mimpi-mimpinya, berandai-andai tentang masa depannya, dan berkhayal sebelum dia tidur. Hingga kini perlahan-lahan satu per satu mimpinya tercapai, masa depannya terjamin, dan bermetamorfosa menjadi sosok yang dewasa. Seperti menonton televisi, aku melihat semua kejadian demi kejadian yang membawanya sampai ke titik sekarang. Dan aku, masih tetap menunggunya. Berharap masih ada sisa-sisa tentangku yang menyelip di saraf-saraf otaknya yang sudah penuh memikirkan masa depan.
Bahkan ketika dia menemukan wanita lain. Aku masih tetap tabah mengikutinya dari belakang. Mengawasinya, menjaganya, dan mendukung segala tentangnya. Melihat dia tersenyum dengan wanita di sampingnya. Aku tetap tersenyum. Dengan mata yang nanar. Dan hati yang lelah. Juga ketika mereka yang berada di sampingnya selalu ada setiap saat, aku hanya bisa mendukung dengan mendoakannya. Meskipun kadang aku merasa bodoh.
Tapi, aku tetap mencintainya. Mungkin ini anugerah bagiku. Mungkin inilah rasa cinta yang Tuhan ciptakan. Yang sayangnya, hanya diberikan padaku, tapi tidak untuknya.
Inilah cinta yang tak berbalas. Cinta yang tak pernah menemukan kata sepakat. Cinta yang tidak menemukan cinta lain untuk melengkapi. Tapi aku paham, cinta bukan soal berbalas dan saling mencintai, tapi soal keikhlasan dalam mencintai tanpa pamrih.
Dan aku akan tetap mencintainya.
Karena dia adalah pria beruntung yang dicintai oleh keikhlasan.