Minggu, 01 September 2013

Mimpi Seorang Pemimpi


"Saat apa yang ada dalam pikiran tidak bisa kita ucapkan satu per satu; tentang harapan, impian, dan kemampuan. Tulislah."

Sedikit cerita mengenai apa yang pernah saya alami semasa kecil, saat semua orang bertanya tentang mimpi dan cita-cita. Ketika para orang dewasa bertanya, "tidak tahu" ialah kalimat yang keluar dari mulut saya, dan respon mereka seperti "loh, tidak tahu?" lalu tertawa.

Beranjak dewasa, saya mulai punya bayangan akan jadi seperti apa nantinya. Saya akan hidup mandiri, tinggal di sebuah rumah dan punya kendaraan sendiri. Itu bayangan sederhana untuk masa mendatang. Ya sesederhana itu pikiran saya dulu.

Semakin tumbuh dan bertambahnya umur, sesuatu tentang bagaimana saya ke depannya mulai terbentuk. Yang pada awalnya hanyalah cita-cita sederhana dengan hidup mandiri, akhirnya menjadi impian besar untuk membahagiakan diri, orang tua, dan orang-orang di sekitar saya. Mereka, mereka lah yang menghidupkan hidup saya. Melihat senyum mereka yang membahagiakan saya; membahagiakan mereka, itu impian saya. Namun, hidup memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Perjuangan, pengorbanan selalu dibutuhkan agar kita menjadi 'orang'.

Sesimple ini... saya ingin menjadi penulis.

Saya ingin mendengarnya, saya ingin mendengar mereka mengucapkan, "Saya bangga padamu, Nak" kepadaku. Saya sungguh ingin melihat senyum yang mengembang di bibir mereka sesaat saya melempar topi wisuda dan mengangkat ijazah kelulusan tinggi-tinggi. Senyum Ayah dan Ibu ialah air surga, menenangkan rasa dan hati, menghidupkan jiwa yang mati.
Ayah, Ibu... terima kasih.

Dengan menulis, apa yang ada di dalam hati, tercurah dengan lepasnya. Entah di saat sedih, entah di saat senang, saya akan menulis. Saya selalu merasa berbeda setelah menulis. Saya merasa... lebih menjadi saya. Entahlah.
Teman-teman saya selalu mendukung agar saya tetap menulis, bahkan tidak sedikit yang menyarankan saya untuk menulis novel. Saya sendiri sudah ada bayangannya, kerangka ceritanya, karakter-karakternya, dan saya akan benar-benar mewujudkannya.

Nanti.

Saya paham betul masih ada banyak hal yang perlu menjadi fokusku
Sekali lagi, hidup memang tidak semudah membalikkan telapak tangan.
Dan kalau begitu, mari. Apa yang sudah kita perjuangkan sejauh ini, mari kita selesaikan dengan sempurna. Untuk membahagiakan diri kita yang telah berjuang sepenuh raga. Untuk membahagiakan mereka yang membahagiakan kita.

Dan suatu hari nanti, ketika saya betul-betul sudah dewasa, menjadi penulis yang handal, saya akan memulai bermimpi untuk jatuh cinta. Jatuh cinta? Ya, dalam definisi yang sesungguhnya.
Yang tak akan membuatmu lelah dalam memperjuangkan cinta.
Yang tak akan membuatmu resah untuk kembali mempercayakan cinta.
Yang tak akan membuatmu berpikir ulang untuk berucap "saya cinta kamu".
Hidup memang masih panjang, dan tidak seharusnya saya berbicara tentang hal ini. Namun saya tidak bisa menahannya. Ucapan ialah doa, tentang segala yang baik dan yang buruk. Dan tentang yang baik ini, tentang cinta di masa nanti, semoga saja kita mencintai orang yang juga mencintai kita. Tidak harus secara cepat, asal tepat.

Hingga pada akhir yang entahnya kapan, terus bermimpi bersama, menjadi sebuah 'kita'.
Karena bahagia itu sesungguhnya dicari, bukan ditunggu.

Mimpi, terbanglah tinggi. Hingga menembus langit, hingga nanti kan kukejar dan kugenggam di antara jemari.
Jadi apa mimpimu? Semoga kau tak tertidur. Agar mimpi tetap ada, sesambil kau mewujudkannya.

Minggu, 30 Juni 2013

WILD, YOUNG, AND FREE


Postingan gue kali ini akan menceritakan tentang 2 sosok anak manusia yang bisa dibilang kinda weird and nuts, they areeee………. my bestiest craziest amazingly friends SANES ERINA MANAF dan DELLA VIKAROSA. Yehaaaa mereka berdua adalah sisa-sisa dari makhluk di muka bumi yang bisa bener-bener nyambung sama gue.

Sanes Erina Manaf
5 hal buat deskripsiin seorang Sanes; Doyan Flashback, Bekas Model, Mancung, Gila, Sinting.
 Anak tunggal ini (bukan organ tunggal) punya nama yang sedikit aneh dan aneh banget dari nama-nama orang yang wajar. ‘Sanes’ yang dalam sunda language artinya ‘bukan’ memang aneh kan? Iyalah aneh banget… nexttt, none jakarte punye ini punya nama akhiran Manaf yang awalnya gue kira dia satu family sama Sherina Munaf ternyata salah besar! That’s big mistake everyone. Ternyata dia ngambil nama akhiran Manaf dari nama bokapnya (Hai pa dulmanaf *cium tangan* *cipika cipiki* *minta duit*). Oke change the tittle ya. Stop ngomongin soal namanya yang aneh bin unique. Pertama gue ketemu dia itu pas masuk SMA. Awalnya kita ga saling kenal. Ya maklum lah beda geng. Kalo gue anak gangster kalo dia babysitter. Hahaha. Sampai suatu saat Tuhan mempertemukan kita berdua pada moment yang paling ga enak. Yaps! prakerin. Sejak program sekolah yang satu ini, gue makin deket dan deket dan lebih deket dan lebih deket lagi sama itu anak. But I swear we’re not lesbian…….. whatev. Lol. Saking deketnya persahabatan bagai kepompong gue sama dia selama 2 tahun ini. Gue ngedip dikit aja dia udah ngerti. Dia batuk dikit juga gue udah ngerti. Dia udah kaya bethoven yang selalu nurut sama majikannya (peace off). Then, ada beberapa tips khusus kalo mau pergi bareng dia. First, urat malu harus udah putus. Second, kudu siapin budget banyak. Alasannya adalaaaah.... Yang pertama urat malu harus udah putus karena sosok orang yang satu ini ga pernah punya rasa malu, so are you ready to hang out with her? Kudu pikir seribu kali. Yang kedua kudu siapin budget banyak karena setiap lewat resto-resto atau tempat makan yang berbau menyengat, kita pasti belok langsung ke kasir dan duduk di sana. You know why? Yap betul, kita berdua laper mata dan laper perut. Xoxo. Dannnnn ada satu hal lagi yang kudu pake banget gue ceritain tentang dia. Si ratu kentut ini hobi banget bersarang di kamar gue. Udah ga keitung berapa kali dia ngadain pesta piyama alias nginep di rumah gue yang merupakan basecamp kalo keluarganya lagi pergi ke luar kota. Dan gue cuma butuh 5 kata buat dia yaituuu…. GAK-TAU-DIRI-BANGET-BYE! Hahaha. But all of that, she’s a good girl and good friend. She’s always know which wrong or right things. I don’t know how boring my life without her.

Della Vikarosa
JONES! Sekian.
Eh engga deng.
5 hal buat deskripsiin seorang Della; Galauers, Calon Agabon, Pesek, Perempuan Berambut Panjang, Easy Going.
Della yang satu ini, beda dengan dela dela lainnya. Mungkin karena huruf L double yang bikin dia beda dari Dela yang huruf L nya cuman satu. Detail banget kan gue. Huahaha. Sebenernya dia ga terlalu ribet sih. Dia rajin, baik hati, tidak sombong, dan likeable (awalnya sih gitu). Tapi semakin lama gue kenal dia semakin keliatan juga belangnya. Eits bukan belang kaya zebra ya, belangnya itu dibalik casingnya yang bisa dibilang ‘alim’ ternyata dia GILA juga mennnn ga jauh beda sama gue. Ternyata senyumnya yang rupawan selama ini hanya menutupi kemiringan otaknya. TAK KU SANGKA!! (zoom in camera). Nextttt, pertama kali gue ketemu dia pas masuk SMA juga. Dia temen sebangku pas gue ospek. Dia ngebantuin gue pas bikin surat cinta buat kakak kelas. Dia juga yang ngebantuin gue pas bikin kreasi dari bungkus permen. Dia temen pertama yang gue kenal pas masuk SMA. Dia juga yang paham betul sama cupu-nya gue waktu pertama masuk SMA. Ah memorable sekali. Then, anaknya pak polisi ini (Hai pak Agus) selalu punya banyak masalah yang rumit dan berbelit-belit kaya benang kusut. But anyway, she's look like never worried with her trouble. Ya that's why I said "she's easy going". Satu hal yang merupakan ciri khas della adalah..... setiap foto pasti matanya disipit-sipitin rada merem. Entah dia ngantuk atau emang punya obsesi pengen punya mata sipit. Hahaha (sorry del). Si Ratu Galau ini kerjaannya galau moeloe. Ga pagi, siang, sore, malem, subuh, di sekolah, di rumah, di mall, dan bahkan di WC-pun dia pasti ga-lau. Ga heran sih. Udah kaya makanan sehari-hari penggantinya nasi. Ngomongin soal nasi, ada 1 hal unik dari della. Dia makannya banyak, terus juga cepet banget, dan anehnyaaaaa dia gak gendut-gendut!! (Ah iri nih). Ga tau juga ya mungkin di perutnya ada kampoeng cacing yang tiap hari makanin makanan yang della makan (bagi cacing dikit bisa kali). Dan bagi gue dia itu udah kaya peta. Paling hafal deh sama semua jalan di cirebon sampe jalan-jalan tikusnya juga dia hafal. Salut buat della. 5 kata terakhir buat della adalah....... CEPET-MOVE-ON-YA-BEBS! Hahaha. But in the end, however she is, she will still be my bestfriend.


Nah ini foto gue bareng mereka. Tebak sendiri aja ya yang mana orangnya. Yang pasti ini bukan Trio Macan atau Trio Ular atau Trio Wekwek.

Now, 2013. That means, udah 2 tahun gue sahabatan sama mereka. Meskipun awalnya gue ga terlalu deket sama mereka. Tapi akhirnya justru mereka lah yang sekarang selalu ada di deket gue. Dan sejak gue deket sama mereka, inilah kebiasaan yang selalu mereka lakuin:
Sanes
"Nad anter beli makaroni depan sekolah yuk sekalian fotocopy"
"Nyet kantin bisa kali"
"Pig ada guru ga? Ke tangga"

Della
"Nad ke kelas gue!"
"Laper nad titip mie goreng ya"
"Nad kode Wifi sekolah berapa nad buruuu"

Yeah, inilah bukti yang gue bilang kalo mereka itu kinda weird and nuts (gue juga sih). Dan hal-hal gila seperti inilah yang suatu saat bakal dikangenin dan jadi unforgotten moments. Mengingat gue dan mereka sekarang udah lulus SMA. Pasti udah ga bisa lagi ngerasain moment-moment pake seragam putih abu-abu and being crazy at class. Udah ga bisa lagi duduk bertiga di tangga deket kelas gue. Disscussed 'bout future, college, heartbreak and gossip sometimes. We're talkin' too much 'til we forget with times. We always together when we'd any spare time. Ah inilah salah satu bukti nyata dari pepatah yang mengatakan "Setiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan". Sekarang, gue, mereka, sibuk mengejar mimpi kita masing-masing pada arah yang berbeda-beda. Jakarta-Bandung-Cirebon. Jarak itulah yang memisahkan gue dan mereka. Tapi gue tau. Sejauh apapun gue berpisah sama mereka. HIGH SCHOOL NEVER ENDS ♥♥♥ WE STILL BE WILD, YOUNG, AND FREE!!!

Yours,


Nadya

Rabu, 26 Juni 2013

Takut atau Bangkit?


Banyak yang bilang, hidup adalah pilihan. Memilih mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang benar dan mana yang salah. Kita dituntut untuk menjadi manusia yang dewasa dan bijak dalam memilih. Tapi, bagaimana bisa kita menjadi dewasa dan bijak jika kita dihadapkan dengan pilihan-pilihan yang beragam? Nah, hal inilah yang seringkali disalah artikan oleh orang banyak.

Aku pernah, takut dalam memilih, takut mengambil keputusan, takut melangkah, takut membuat perubahan, takut akan segala hal yang nantinya bisa membuatku menyesal. Alhasil, aku hanya terpuruk dalam ketakutan yang seolah mengekang semua pergerakan. Ketakutan yang terus menerus menghantui pikiranku, menarikku begitu jauh dari tujuan hidup yang sebenarnya. Membuatku lupa bahwa waktu terus menerus berjalan, waktu tak pernah menungguku untuk mempertimbangkan pilihan yang akan aku ambil. Memang, kadang hidup menuntut kita untuk belajar cepat pada banyak hal. Hal yang bahkan tak pernah kita hadapi sebelumnya. Seperti anak kelas 1 sd yang dipaksa mengikuti ujian nasional di kelas 6 sd. Kita bahkan tak tau apa-apa, tapi mengapa kita dihadapkan pada hal yang tak pernah kita tau? Itulah hidup yang sesungguhnya. Penuh misteri. Kita kadang berada di atas, lalu bisa dengan seketika berada di bawah. Itulah yang aku takutkan.

Rasa takut. Mungkin inilah sifat dasar manusia. Kita terlalu takut untuk membuat perubahan dalam hidup. Tapi bila dipikir-pikir, bukankah kita harus terjatuh dahulu jika ingin bangkit? Bukankah kita harus gagal dahulu jika ingin sukses? Ketika ketakutanku menjadi ujung tombak semua kehancuranku. Aku memilih untuk tidak takut lagi pada apapun. Jika bisa bersikap berani, mengapa harus takut? Toh, rasa takut tak akan menghasil apa-apa selain membawa kita pada keterpurukan. Jikalau kenyataannya hanya keberanianlah yang bisa membangkitkan, mengapa tidak memilih untuk bersikap berani? Bukankah hidup itu pilihan? Ya, mungkin karena dosis rasa takut yang sudah terlalu tinggi. Hingga menjadi pemberani saja rasanya sangat sulit.

Tapi, ada 1 hal yang harus kita pahami. Dibalik rasa takut yang menyelimuti, bukankah sebenarnya ada rasa berani di dalam hati? Di dunia ini, takkan ada yang membuat kita bangkit selain diri kita sendiri. Orang lain juga sibuk untuk membangkitkan diri mereka masing-masing, lalu tunggu apa lagi? Apa ingin terus menerus terpuruk dalam rasa takut? Menunggu orang lain mengulurkan tangan untuk membangkitkan kita dari keterpurukkan layaknya pahlawan? Ah, omong kosong! Hanya orang-orang yang berjiwa besar yang bisa sadar akan sekitar. Tapi jaman sekarang, siapa yang bisa peka? Mereka bahkan tak peduli pada kehidupan orang lain. Jadi, masih ingin menunggu uluran tangan orang lain? Bodoh!

Kesimpulannya; pahlwan yang sebenarnya ada di dalam hati kita sendiri. Jika hati ingin bangkit, maka jiwa-pun akan bangkit. Tapi jika hati terus menerus dipenuhi rasa takut, maka jiwa-pun akan semakin terpuruk. So, which your choice?

Written : 24 Juni 2013
22.01

Sabtu, 15 Juni 2013

Kembali ke Desember


Bila hanya ada satu kata di dunia untuk melukiskan bulan desember, aku akan menyebutnya; Memorable. Ya. Banyak kenangan yang tersimpan di bulan desember. Bulan yang penuh akan canda tawa, amarah, rasa sedih, dan tentunya kebahagiaan. Semuanya tersirat begitu rapih, hingga tak ada sedikit celah untuk membumbui rasa lain di setiap harinya. Bulan penutup tahun yang awalannya aku mulai dengan keindahan, dan akhirannya aku tutup dengan kesedihan.

Entah kenapa, sepertinya bulan desember selalu mengingatkan aku pada seseorang. Seseorang yang sempat singgah walau hanya sejenak. Seseorang yang sempat memberi kenangan manis namun singkat. Seseorang yang... entahlah. Sesingkat angin yang berhembus menggerakkan dedaunan di  pohon, ketika angin itu hilang, daun di pohon pun diam. Tak bisa bergerak, kaku, bisu, seperti tak ada nyawa. Namun ketika angin berhembus terlalu kencang, dedaunan di pohon akan jatuh, terbengkalai, dan mati. Seperti itulah aku menggambarkannya. Engkau serupa angin, dan aku adalah daun. Bisakah dibayangkan? Kesimpulannya; aku tak bisa hidup dengan atau tanpa kamu.

Konyol memang. Seringkali hal yang singkat terlalu melekat di otak. Bahkan bisa menyingkirkan hal-hal lain yang sebenarnya lebih berarti. Ternyata memang benar pepatah yang mengatakan; hal yang diraih dengan mudah, akan hilang dengan cara yang mudah juga. Ya, seperti itulah keadaan yang dulu aku alami. Kau datang, aku bahagia, kau bahagia, aku nyaman, kau bosan, lalu kau pergi. Mudah sekali bukan? Seperti memberikan boneka pada anak kecil lalu kau ambil lagi. Apa kau pernah berpikir bagaimana perasaan anak kecil itu? Hancur, tentu saja. Bagi anak kecil, boneka adalah segalanya, boneka adalah dunianya. Tapi sayangnya, aku tidak seperti anak kecil. Kamu bukanlah duniaku. Kamu hanyalah anginku. Angin yang datang dan pergi, tidak pasti, tidak tentu.

Ya, mungkin benar anggapanku kali ini. Aku adalah daun, dan kamu adalah angin. Daun hanya membutuhkan sedikit angin agar dia bisa bergerak, tak perlu angin yang kencang karena itu akan membunuhnya. Sama seperti aku. Aku hanya sedikit membutuhkanmu, untuk membahagiakanku, menjadi penyemangatku, dan mengobati rasa sedihku. Dan aku, tak perlu memilikimu lebih dari sekedar membutuhkan. Karena yang akhirnya aku dapat, hanyalah kesedihan karena sosokmu, keraguan akan cintamu, seperti kita dulu. Ingatlah, karena kita adalah daun dan angin. Jika tidak bersama kita akan hampa, jika bersama kita akan hancur. Maka, cukuplah mendekat, saling memberi kebahagian dan mengisi kehampaan, lalu kita akan hidup dengan tenang.

Memorable. Untold story. Ya, mungkin itu kata-kata yang cocok untuk kita. Terimakasih bulan desember, bulan yang mempertemukan aku dan kamu, bulan yang menyatukan dan memisahkan kita, bulan yang membuat kita mengerti bahwa tak selamanya teman bisa dijadikan pasangan. Begitupun sebaliknya.

Written :
00.28
4 juni 2013

Sabtu, 01 Juni 2013

Menulis Terlalu Banyak, Tentangmu.

Kamu tahu, memori tidak bertahan lama jika dibiarkan begitu saja. Dibiarkan menguap kemudian hilang begitu saja. Kalau dia menguap kemudian berjalan ke angkasa membentuk awan kemudian turun menyerupai hujan, kalau tidak?

Ada terlalu banyak hal yang tidak kita harapkan seringkali kita alami. Bukan tak mungkin, kadang setiap hal yang tidak kita harapkan itu justru membuat kita berpikir, kemudian mengiyakan bahwa yang sebenarnya terjadi adalah memang yang terbaik yang diberikan pada kita.

Ingat yang kubilang tentang kita mengendalikan apa yang akan terjadi pada diri kita sendiri, namun kita tidak mengendalikan apa yang orang lain putuskan. Aku menyebutnya Relativitas. Tidak semua hal mampu ada dibawah kontrol kita kecuali diri kita sendiri. Itu pointnya.

Tuhan memberikan kita waktu untuk belajar, untuk mengerti tentang keadaan pengendalian diri. Dalam kasusku, memori yang benar-benar bekerja lebih giat dari semua alat pengendali diri yang ada.
Aku mengingat, merekam, menyimpan setiap memori tentang pembelajaran, tentang Relativitas, tentang segala sesuatu yang mampu kukendalikan, ataupun yang tak mampu kukendalikan, dalam tulisan. Sayangnya, terlalu banyak tentangmu. Terlalu banyak hal yang kupelajari darimu yang membuat memori itu seolah penuh, seolah tak mampu lagi menampung, dan kemudian harus dikeluarkan sebagian dalam tulisan.

Masih ingat tentang aku yang menceritakan bianglala, tentang pagi, tentang senja yang terekam manis dalam impuls-impuls milik memoriku? Ada terlalu banyak yang harus terekam disana. Dalam detail, dalam setiap inchi memorabilitas milikku, dan yang terbaik yang mampu kulakukan adalah untuk terus merekamnya dalam rangkaian kata yang mengimajinasikan setiap pembaca dalam kadar mereka masing-masing.

Aku menceritakan terlalu banyak tentangmu, dalam pikiranku.
Mereka menterjemahkanmu kemudian, sesuai dalam pikiran mereka masing-masing.

Dan ketika sebagian manusia mengatakan menulis hanya mengeluarkan apa yang menyebabkan otak menjadi terlalu penuh.

Bagiku, menulis adalah mengumpulkan memori, menyimpan rapat-rapat dalam kaca milik kata, namun tidak benar-benar akan membukanya.

Menulis adalah mengimajinasikan tentangmu dan setiap hal yang tak sesuai dengan kendaliku dalam rangkai kalimat. Dalam satu nafas yang tak putus untuk kemudian disambung memorabilitas yang lain.

Menyimpan setiap apa yang terlintas dalam memoarku ke dalam satu album ‘foto’ milikku sendiri, album ‘foto’ yang tidak benar-benar berisi ribuan gambar menarik, namun album ‘foto’ yang tersusun dari beberapa rangkai aksara untuk kemudian terbaca.

Bagian terbaiknya adalah, aku akan tetap membiarkan setiap pasang mata yang membaca akan mengimajinasikanmu liar begitu saja, seperti apa yang terekam di memori mereka masing-masing.
Itu saja.

Semestaku, Semestinya Kamu

Seandainya benar lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, aku tak pernah merasa baik sedikitpun. Sebab tanpamu, hidup serasa bagaikan tawa tak terbahak, pun tangis tak terisak. Aku minta maaf, aku terlalu jauh memikirkan cara agar kita dapat lebih dekat. Namun kenyataannya ternyata, kau yang terlalu cepat memutuskan untuk tak dapat menungguku lebih lama sehingga apa yang ingin aku genggam lepas begitu saja ke pelukan orang lain. Itulah mengapa kabar digunakan sebagai pengerat. Sedangkan sabar ada sebagai sekat. Agar keras kepala tak melulu menunda kebahagiaan. 

Aku tidak sepenuhnya menyalahkanmu. Hanya saja keraguan dalam hatiku yang masih saja serupa penyesalan sepanjang hidup. Sekarang apa? Semuanya sudah terlambat. Yang aku inginkan tak lagi sendiri. Apa aku harus merebutmu dari pelukannya? Ah, cara kuno! Sebab kebahagiaan yang didapat dari merebut kebahagiaan sepasang kekasih adalah cara bahagia yang paling menyedihkan di dunia ini. Kalaupun semisal aku bahagia telah merebutmu dari pelukannya, itu hanya akan mendekatkanku pada karma. Biarlah aku tanpamu, asal tak merusak kebahagiaan kalian. Ini lebih baik dari ugal-ugalan. 

Namun, percayalah. Apa yang membuatku bahagia adalah senyummu kelak. Tetapi jika ia tak dapat memperlakukanmu dengan layak, aku yakin suatu saat, apabila takdir-takdir kecil dan Tuhan mengamini semua doa-doaku. Kita akan menjadi kita yang semesta impikan. Sebab semestaku, semestinya kamu. 


sumber : satumoment.tumblr.com

Jumat, 31 Mei 2013

It's Not Over, It's Just Beginning


Pada sebuah awal pasti ada sebuah akhir. Setiap pertemuan pasti ada perpisahan. Sama halnya seperti sekarang. Aku kini duduk di bangku kelas 12 SMA yang sudah mengenyam pendidikan di sekolah selama hampir 3 tahun. Setelah menempuh berbagai Ujian-Ujian, sekarang adalah hari terakhirku menghadapi Ujian Nasional. Itu juga menandakan sekarang adalah hari terakhirku berada di sekolah ini. Ya, Sekolah yang mengajarkanku banyak hal, mulai dari pembentukan diri hingga jati diri aku temukan di sini. Rasanya berat sekali meninggalkan teman-teman dan guru-guru yang selama ini menjadi keluargaku di sekolah. Dari mereka semua-lah aku bisa belajar banyak tentang kehidupan. Belajar berpikir dewasa, bersabar, merendah, bijaksana, dan masih banyak lagi pelajaran yang sangat berharga yang aku dapatkan.

Aku paham. Kehidupan memang selalu seperti ini, selalu ada yang hilang, tak ada yang abadi dalam genggaman. Kini, aku, kamu, dia, mereka, dan teman-teman lainnya, mungkin baru saja tersadar bahwa masa SMA adalah masa yang sangat berharga bila disia-siakan. Tak akan ada masa-masa seperti ini lagi kelak. Ketika kita belajar bersama mengenakan seragam putih abu-abu. Ketika kita bersenda gurau menghabiskan waktu. Ketika banyak kenangan yang sudah habis tertuang di dalamnya.

Besok. Mungkin, kita tak akan menyapa lagi gerbang sekolah yang menyambut kita setiap pagi. Kita tak akan merasakan lagi duduk berjam-jam di bangku sekolah ini. Kita tak akan melihat lagi teman-teman yang biasa berjumpa setiap hari. Kita tak akan mendengar lagi berbagai teguran guru yang menusuk di hati. Memang menyedihkan. Melepas segala kebiasaan dan rutinitas yang memenuhi bagian hidup kita 3 tahun ke belakang ini. Ingin rasanya tak berpisah dengan kalian, namun aku paham ini semua adalah bagian dari kehidupan. Harus selalu ada yang dikorbankan, jika kita ingin melanjutkan ke jenjang hidup yang lebih baik.

Teman, mungkin kini kita akan berpisah, mengejar mimpi kita masing-masing. Perpisahan ini bukanlah akhir, justru ini adalah awal langkah kita untuk meraih impian yang selama ini kita idamkan. Jangan takut, teman. Kita pasti akan bertemu suatu saat nanti, saat kita sudah menjadi orang yang mapan, saat kita telah meraih mimpi kita. Ingatlah hari ini, saat kita berusaha keras mewujudkan mimpi-mimpi kita, kelak kita akan menikmati hasilnya.

Aku pasti akan merindukan kalian.

18 april 2013