Kamu tahu, memori tidak bertahan lama jika dibiarkan begitu saja. 
Dibiarkan menguap kemudian hilang begitu saja. Kalau dia menguap 
kemudian berjalan ke angkasa membentuk awan kemudian turun menyerupai 
hujan, kalau tidak?
Ada terlalu banyak hal yang tidak kita harapkan seringkali kita 
alami. Bukan tak mungkin, kadang setiap hal yang tidak kita harapkan itu
 justru membuat kita berpikir, kemudian mengiyakan bahwa yang sebenarnya
 terjadi adalah memang yang terbaik yang diberikan pada kita.
Ingat yang kubilang tentang kita mengendalikan apa yang akan terjadi 
pada diri kita sendiri, namun kita tidak mengendalikan apa yang orang 
lain putuskan. Aku menyebutnya Relativitas. Tidak semua hal mampu ada 
dibawah kontrol kita kecuali diri kita sendiri. Itu pointnya.
Tuhan memberikan kita waktu untuk belajar, untuk mengerti tentang 
keadaan pengendalian diri. Dalam kasusku, memori yang benar-benar 
bekerja lebih giat dari semua alat pengendali diri yang ada.
Aku mengingat, merekam, menyimpan setiap memori tentang pembelajaran,
 tentang Relativitas, tentang segala sesuatu yang mampu kukendalikan, 
ataupun yang tak mampu kukendalikan, dalam tulisan. Sayangnya, terlalu 
banyak tentangmu. Terlalu banyak hal yang kupelajari darimu yang membuat
 memori itu seolah penuh, seolah tak mampu lagi menampung, dan kemudian 
harus dikeluarkan sebagian dalam tulisan.
Masih ingat tentang aku yang menceritakan bianglala, tentang pagi, 
tentang senja yang terekam manis dalam impuls-impuls milik memoriku? Ada
 terlalu banyak yang harus terekam disana. Dalam detail, dalam setiap 
inchi memorabilitas milikku, dan yang terbaik yang mampu kulakukan 
adalah untuk terus merekamnya dalam rangkaian kata yang mengimajinasikan
 setiap pembaca dalam kadar mereka masing-masing.
Aku menceritakan terlalu banyak tentangmu, dalam pikiranku.
Mereka menterjemahkanmu kemudian, sesuai dalam pikiran mereka masing-masing.
Dan ketika sebagian manusia mengatakan menulis hanya mengeluarkan apa yang menyebabkan otak menjadi terlalu penuh.
Bagiku, menulis adalah mengumpulkan memori, menyimpan rapat-rapat 
dalam kaca milik kata, namun tidak benar-benar akan membukanya.
Menulis adalah mengimajinasikan tentangmu dan setiap hal yang tak 
sesuai dengan kendaliku dalam rangkai kalimat. Dalam satu nafas yang tak
 putus untuk kemudian disambung memorabilitas yang lain.
Menyimpan setiap apa yang terlintas dalam memoarku ke dalam satu 
album ‘foto’ milikku sendiri, album ‘foto’ yang tidak benar-benar berisi
 ribuan gambar menarik, namun album ‘foto’ yang tersusun dari beberapa 
rangkai aksara untuk kemudian terbaca.
Bagian terbaiknya adalah, aku akan tetap membiarkan setiap pasang 
mata yang membaca akan mengimajinasikanmu liar begitu saja, seperti apa 
yang terekam di memori mereka masing-masing.
Itu saja.
0 komentar:
Posting Komentar