Minggu, 23 November 2014

Dunia?


Tidak ku mengerti.

Ya, aku tak pernah mengerti apa maksud Tuhan merancang kehidupan. Setauku, hidup hanya sesederhana berjuang, berbahagia, kemudian bersedih kembali. Manusia? Ah, kita hanya sama-sama menghindari kematian yang akhirnya akan kita rasakan juga.

Aku selalu berpikir. Apa yang akan ku persembahkan pada dunia yang singkat ini. Pada dunia yang terlalu banyak memiliki aturan, dalam paradigma hidup yang hanya sementara. Pada dunia yang dipenuhi manusia dan kepentingannya masing-masing.

Terlalu banyak kesemuan. Manusia yang terlihat oleh pelupuk mata namun ia tak pernah benar-benar ada. Kalaupun ia ada, ia telah kehilangan dirinya sendiri. Topeng yang setiap hari kita pakai, apa membuat hidup menjadi lebih baik?

Lelucon apa ini. Manusia berlomba-lomba menjadi sosok yang baik. Namun dalam prosesnya, terlalu banyak ia yang disakiti. Terlalu banyak yang mengaku ingin membahagikan, dengan cara mencampakkan.

Dunia ini terlalu penuh oleh kata-kata. Kata yang bahkan tak pernah dipertimbangkan sebelum diluapkan. Kata yang membuat kita berpikir kita baik-baik saja walau tak pernah diperjuangkan. Manusia terlalu banyak berkata-kata. Tanpa peduli apakah ada yang ingin mendengarkan. Ia tetap bertutur kata meski di luar aturan.

Berapa banyak manusia yang benar-benar mengerti akan hidup? Agar ia tak menyia-nyiakan apa yang selama ini ia dapatkan secara cuma-cuma. Ya, dunia. Kita bebas hidup di dalamnya. Menebar kebahagian hingga meracuninya sendiri. Tertawa pada penderitaan manusia lain yang suatu saat akan ia alami.

Aku hanya penasaran. Bila dunia berakhir, siapa yang akan berterimakasih padanya. Atas segala kepalsuan, ketamakan, dan kepuasan manusia yang telah dunia tampung.

Dunia. Bila kau manusia, mungkin aku akan memelukmu erat-erat. Terimakasih, atas pertualangan hidup yang telah aku jalani yang suatu saat akan berakhir.

Karena Dunia memberimu tempat untuk hidup, jangan pernah salahkan dunia atas segala kekacauan yang membuat jalanmu redup.