Aku masih menunggunya. Setelah sekian lama mengarungi samudera penantian sendirian, dan tertangkap basah sedang mencintai sebuah kesemuan. Dia, adalah semu bagiku. Meskipun dia nyata dan ada, tapi hal sebaliknya yang aku rasakan. Mungkin aku juga semu baginya. Aku benar-benar ada, tapi dia tak pernah menatapku lagi. Bisa saja, memori-memori di pikirannya sudah menghapus bersih tentangku. Tentang hidupku dan kenanganku. Apalagi hatinya, entah....itu hanyalah ruang sempit bagiku. Aku tak pernah bisa berada disana. Sedikitpun. Sekecil apapun, dia mungkin tak mengizinkan aku untuk sebentar singgah. Yang ada di pikirannya hanyalah masa depan yang dia tata rapih. Memandang jauh ke depan, merencanakan banyak hal. Tidak ada kata "menengok masa lalu" di kamus hidupnya. Bahkan hingga dia mempunyai waktu luang, tidak berarti apa-apa bagiku. Karena butuh lebih dari sekedar waktu luang untuk orang sepertinya bisa memandang kembali masa lalu.
Aku masih mengharapkannya. Entah sampai kapan. Walaupun ini berarti selamanya, akan aku jalani dengan sepenuh hati. Karena hari-hari yang aku jalani tanpa mengharapkannya, bagaikan hari yang sia-sia, hari tanpa tujuan dan pengorbanan. Terasa ada yang kurang, jika tidak memikirkannya di waktu luang. Mungkin hal ini sudah menjadi kebiasaan bagiku. Ya, setelah lamanya anak pohon jati tumbuh menjadi pohon jati dewasa yang tinggi dan kokoh. Sudah tidak heran bila hal ini menjadi kebiasaan.
Aku juga sudah lama mengenalnya. Sejak dia masih merancang mimpi-mimpinya, berandai-andai tentang masa depannya, dan berkhayal sebelum dia tidur. Hingga kini perlahan-lahan satu per satu mimpinya tercapai, masa depannya terjamin, dan bermetamorfosa menjadi sosok yang dewasa. Seperti menonton televisi, aku melihat semua kejadian demi kejadian yang membawanya sampai ke titik sekarang. Dan aku, masih tetap menunggunya. Berharap masih ada sisa-sisa tentangku yang menyelip di saraf-saraf otaknya yang sudah penuh memikirkan masa depan.
Bahkan ketika dia menemukan wanita lain. Aku masih tetap tabah mengikutinya dari belakang. Mengawasinya, menjaganya, dan mendukung segala tentangnya. Melihat dia tersenyum dengan wanita di sampingnya. Aku tetap tersenyum. Dengan mata yang nanar. Dan hati yang lelah. Juga ketika mereka yang berada di sampingnya selalu ada setiap saat, aku hanya bisa mendukung dengan mendoakannya. Meskipun kadang aku merasa bodoh.
Tapi, aku tetap mencintainya. Mungkin ini anugerah bagiku. Mungkin inilah rasa cinta yang Tuhan ciptakan. Yang sayangnya, hanya diberikan padaku, tapi tidak untuknya.
Inilah cinta yang tak berbalas. Cinta yang tak pernah menemukan kata sepakat. Cinta yang tidak menemukan cinta lain untuk melengkapi. Tapi aku paham, cinta bukan soal berbalas dan saling mencintai, tapi soal keikhlasan dalam mencintai tanpa pamrih.
Dan aku akan tetap mencintainya.
Karena dia adalah pria beruntung yang dicintai oleh keikhlasan.
0 komentar:
Posting Komentar