Jelaskan padaku mengapa semua jadi serumit ini? Aku
tak tahu jika kamu tiba-tiba memenuhi sudut-sudut terpencil di otakku, hingga
memenuhi relung-relung hatiku. Semua terjadi begitu cepat, tanpa teori dan
banyak basa-basi. Aku melihatmu, mengenalmu, lalu mencintaimu. Sesederhana
itulah kamu mulai mengusai hari-hariku. Kamu jadi penyebab rasa semangatku.
Kamu menjelma jadi senyum yang tak bisa kujelaskan dengan kata-kata. Iya,
mungkin, aku jatuh cinta. Entah kamu.
Semua kulakuan diam-diam. Begitu rapi. Hingga hatimu
yang beku tak pernah berhasil cair. Semua kusembunyikan. Hingga perasaanmu yang
tidak peka tetap saja tak peduli pada gerak-gerikku yang jarang tertangkap oleh
sorot matamu. Aku pandai menyembunyikan banyak hal hingga kautak memahami yang
sebenarnya terjadi.
Aku tidak bisa melupakanmu.... sungguh! Aku selalu
ingat caramu menatapku. Caramu mencuri perhatianku. Kerutan matamu yang aneh,
namun tetap terlihat memesona dalam pandanganku. Hal-hal sederhana itu
seakan-akan sengaja diciptakan untuk tidak dilupakan. Tolong buat aku lupa,
karena aku tak lagi temukan cara terbaik untuk menghilangkan kamu dari
pikiranku.
Kita jarang punya kesempatan berbicara, berdua saja.
Rasanya mustahil. Kamu dan aku berbeda, air dan api, dingin dan panas. Tapi,
aku selalu ingat perkataanmu, "Hal yang mustahil di dunia ini hanyalah
memakan kepala sendiri." Aku tersenyum ketika barisan kalimat itu
kaukirimkan untukku. Iya, harusnya aku tak perlu sesenang itu, karena mungkin
kamu menulisnya tanpa perasaan, hanya untuk merespon perkataanku saja.
Rasanya menyebalkan jika aku tak mengetahui isi
hatimu. Kamu sangat sulit kutebak, kamu teka-teki yang punya banyak jawaban,
juga banyak tafsiran. Aku takut menerjemahkan isyarat-isyarat yang kautunjukkan
padaku. Aku takut mengartikan kata-kata manismu yang mungkin saja tak hanya
kaukatakan untukku. Aku takut memercayai perhatian sederhanamu yang
kauperlihatkan secara terselebung. Aku takut. Aku takut. Takut. Semakin takut
jika perasaan ini bertumbuh ke arah yang tak kuinginkan. Tolong hentikan
langkahku, jika memang segalanya yang kuduga benar adalah hal yang salah di
matamu. Tolong kembalikan aku ke jalanku dulu, sebelum aku mengganggu rute
tujuanmu.
Ketahuilah, Tampan. Aku sedang berusaha melawan
jutaan kamu yang mulai mengepul otakku, seperti asap rokok yang menggantung di
udara; kamu seakan-akan nyata. Aku tak percaya, ternyata kita bisa melangkah
sejauh ini. Dan, selama ini juga, aku tak pernah berani mengatakan satu hal
yang mungkin mengagetkanmu; aku mulai menyukaimu.
-Dwitasari
0 komentar:
Posting Komentar