Calon pacar tercinta,
Bersama surat ini kukirimkan padamu sepotong senja–dengan angin, debur 
ombak, matahari terbenam, dan cahaya keemasan. Apakah kamu menerimanya 
dalam keadaan lengkap?
Seperti setiap senja di setiap pantai, tentu ada juga burung-burung, 
pasir yang basah, siluet batu karang, dan barangkali juga perahu lewat 
di jauhan. Maaf, aku tidak sempat menelitinya satu persatu. Mestinya ada
 juga lokan, batu yang berwarna-warni, dan bias cahaya cemerlang yang 
berkeretap pada buih yang bagaikan impian selalu saja membuat aku 
mengangankan segala hal yang paling mungkin kulakukan bersamamu meski 
aku tahu semua itu akan tetap tinggal sebagai kemungkinan yang entah 
kapan menjadi kenyataan.
Kukirimkan sepotong senja ini untukmu Sayang, dalam amplop yang 
tertutup rapat, dari jauh, karena aku ingin memberikan sesuatu yang 
lebih dari sekedar kata-kata.
Sudah terlalu banyak kata di dunia ini, dan kata-kata, 
ternyata, tidak mengubah apa-apa. Aku tidak akan menambah kata-kata yang
 sudah tak terhitung jumlahnya dalam sejarah kebudayaan manusia.
Untuk apa? Kata-kata tidak ada gunanya dan selalu sia-sia. Lagi pula 
siapakah yang masih sudi mendengarnya? Di dunia ini semua orang sibuk 
berkata-kata tanpa peduli apakah ada orang lain yang mendengarnya. 
Bahkan mereka juga tidak peduli dengan kata-katanya sendiri. Sebuah 
dunia yang sudah kelebihan kata-kata tanpa makna. Kata-kata sudah luber 
dan tidak dibutuhkan lagi. Setiap kata bisa diganti artinya. Setiap arti
 bisa diubah maknanya. Itulah dunia kita Sayang.
Kukirimkan sepotong senja untukmu Sayang, bukan kata-kata cinta. 
Kukirimkan padamu sepotong senja yang lembut dengan langit 
kemerah-merahan yang nyata dan betul-betul ada dalam keadaan yang sama 
seperti ketika aku mengambilnya saat matahari hampir tenggelam ke balik 
cakrawala.
Calon pacarku yang manis, Calon pacarku yang sendu, Akan kuceritakan padamu bagaimana aku mendapatkan senja itu untukmu.
0 komentar:
Posting Komentar