Entah sudah berapa tetes
air mata yang berderai di pipiku. Air mata kesakitan, air mata kekhawatiran,
dan air mata pengabaian. Aku lelah, merasakan dinginnya malam ditemani dengan
pengabaianmu yang menusuk. Aku takut, melangkah pada jalan lain selain arah yang
tertuju padamu. Kau tau, bila aku bisa berumpama, kamu seperti gadis kecil, dan
aku seperti boneka beruang. Boneka beruang selalu terlihat berharga di mata
gadis kecil, selalu diagungkan dengan berbagai pujian. Tapi akhirnya, hanya
tetap dijadikan mainan. Bukan sebagai teman, bahkan pendamping. Lalu apa kamu
hanya ingin menjadikanku boneka beruang? Yang awalnya selalu terlihat berharga
dan sangat berarti, namun akhirnya dipermainkan.
Aku sempat kehilangan
arah dan tujuan karena pengabaianmu yang kian menyiksa. Aku juga pernah mencoba
menjauh dari dinginnya sifatmu. Aku memberimu jarak agar kamu bisa bebas
bernafas. Tapi nyatanya, aku tak bisa. Aku tak sanggup berjalan 1 langkah-pun
hanya karena mencoba menghindarimu. Aku seperti kehilangan diriku sendiri
dikala aku tak memikirkanmu. Kamulah alasan, semua rasa sakitku, rasa sedihku,
rasa hancurku, namun juga rasa bahagiaku. Entah apa kini aku masih terlihat
berarti di matamu. Seperti dulu, disaat kamu masih menganggapku ada, disaat
kamu masih memiliki cinta yang sedemikian rupawan.
Sekarang, walau sudah
tak pasti dimanakah kisah kita akan bermuara, aku masih akan tetap bertahan.
Meski aku tak mempunyai alasan yang logis untuk mempertahankanmu, tapi
setidaknya aku masih memiliki cinta yang cukup kuat untuk tidak melepaskanmu.
Mungkin kamu hanya sedang tidak ingat, atau mungkin saja lupa, dengan cinta
yang dulu kita satukan dengan sulitnya. Coba ingatlah, alasanmu mencintaiku,
alasanmu memilihku, alasanmu menjadikanku pendamping hidupmu. Ingatlah sekali
lagi, saat pertama kamu menyatakan cinta padaku, saat kita berusaha menyatukan
sifat kita yang berbeda. Jangan hanya diam, sayang. Jangan hanya termangu
dengan pertanyaan-pertanyaanku yang sebenarnya adalah bentuk kekhawatiranku.
Kau tau, aku tidak
pernah berbohong kala aku berkata rindu. Aku tidak pernah menggunakan topeng
ketika aku berkata tentang cinta padamu. Aku mencintaimu, setulus dan
sesederhana itu. Setulus hujan yang tak
mengharapkan balasan. Sesederhana angin yang meniup hilir dedaunan. Tapi sekeras
apapun perjuanganku, mengapa tetap saja sulit membuatmu, menatapku?
Harusnya kamu tau,
semua yang aku perjuangkan, semua yang aku pertahankan, dan semua yang selama
ini aku lakukan semata-mata hanya untukmu. Agar aku bisa tetap bersama kamu,
orang yang selalu menghadirkan tanda tanya besar di benak hatiku. Aku mengerti,
cinta memang butuh perjuangan, tapi apa cinta yang kuat harus bertahan sampai
sekarat?
Kini aku paham, bukan
cinta namanya bila tak merasakan sakit. Tenanglah sayang, sekeji apapun pengabaianmu,
aku akan tetap sabar. Mungkin hingga nanti kesabaranku habis, dan air mataku
mengering. Aku harap, saat itu kamu akan sadar, Sakitku, Bahagiamu.
Kamis, 21 maret 2013
12.32
0 komentar:
Posting Komentar